Yang nurut saya nggak ok,
Itu..itu laler alias lalatnya. Biyuh..biyuh..banyak sekali. Untuk mengusir, si penjual meletakkan kertas lem. Tapi cilakanya, kertas lem ini diletakkan di atas baskom isi gorengan. Hiks…jadi selain sebagai perangkap, kertas lem ini juga berfungsi sebagai penutup. Kebayang rada jijay khan.
“Nggak githu mbak, takutnya nanti kalau ketuker itu lho. Niatnya makan sate usus bisa jadi makan sate laler. Heheheh !”
Gule Kacang
Perempatan Jalan Temba’an
Irisan lontongnya banyak, menuhin mangkoknya. Lalu disiram kuah gule yang kental karena ada campuran kacang ijonya. Di antara kuah dan kacang, ada irisan daging yang jumlahnya 6 iris. Dagingnya dipotong kecil, ada gajihnya. Trus disiram sambal. Rasanya ..Brrhhhh. Pedes, gurih, ada enegnya juga.
Kejadian tragisnya, saya melihat si penjual mengambil gelas pembeli yang tidak habis. Teh di dalam gelas itu saya kira dibuang, ternyata tidak. Gelas itu malah ditambah dengan teh lagi, lalu ditutup ama tatakan gelas. Walah…jadilah segelas teh yang baru.
Wah saya langsung eneg, soalnya yang muncul di pikiran, jangan-jangan daging yang jumlahnya 6 iris dan khotot-khotot dan alotnya minta ampun itu, juga sisa dari pembeli yang tidak mampu mengigit. Huahhhhh !!!
Saya pandangin sharuhkhan yang makan dengan lahap. Nggak tega mau bilangin. Saya menahan diri, sambil keseretan. Soalnya makan nggak pake minum.
“Hah..! Masa ?” Sharuhkhan kagett banget.
“Jangan-jangan dagingnya itu juga daging sisa orang !” tuduhku.
“Ah, jangan berlebihan. Yowes, jangan dipikir,” hibur Sharuhkhan
“Min, koman –kamin.
Kuman jadi Vitamin “ Hihhihihihi…